Sabtu, 24 Januari 2015

Kesiapan Dokter Indonesia Menghadapi AFTA 2015

Diposting oleh A note blog di 3:33 PM 0 komentar

Oleh : Vinka Refiyana Detty dan Rona Hawa Kamilah
Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya
PDU ALPHA 2014


Apa yang muncul di benak kalian ketika mendengar “AFTA 2015” ? Sebagaian besar dari anda  berpikir bahwa AFTA 2015 hanya mengedepankan sektor ekonomi dalam perdagangan bebas ASEAN. Perlu anda ketahui bahwa AFTA 2015 membawa sektor yang lebih luas, salah satunya meliputi sektor kesehatan. Perlu diingat bahwa kerjasama AFTA ini bukan hanya berlaku untuk negara–negara ASEAN saja, tetapi negara-negara yang ikut menandatangani perjanjian bilateral tentang AFTA 2015 seperti China, Jepang, Korea Selatan, India, Australia dan Selandia Baru ikut di dalamnya. Dengan diberlakukannya AFTA, secara langsung para tenaga kesehatan, khususnya dokter dari negara-negara yang ikut berpartisipasi dapat dengan mudahnya menjalankan profesi mereka, bukan hanya di negara asal mereka. Siapkah tenaga kesehatan Indonesia untuk hal itu?
            Persaingan adalah kata yang tidak dapat dihindari ketika gelombang AFTA 2015 mulai menyapa. AFTA seperti pisau bermata dua, yang mampu membawa sebuah negara semakin berkembang atau tenggelam dalam putaran persaingan di dalamnya. Jika Indonesia tidak urgensi dalam menyiasati persaingan bebas khususnya dalam dunia kesehatan, maka para dokter Indonesis tidak akan mampu bertahan di tanahnya sendiri, apalagi untuk bersaing di negeri orang. Akhirnya, tenaga kesehatan di Indonesia akan semakin “bobrok” karena kehilangan kualitas dalam melayani.
            Lalu muncul pertanyaan, apa yang harus dilakukan agar kita sebagai dokter Indonesia tidak kalah bersaing dengan dokter-dokter luar . Kita tahu bahwa, presentase masyarakat Indonesia yang berobat keluar negeri setiap tahunnya terus meningkat,contohnya 44% atau sekitar 11.000 orang dari Indonesia setiap tahunnya berobat ke Singapura. Ini menjadi bukti bahwa dokter-dokter luar memiliki kelebihan-kelebihan yang mampu menarik minat berobat para pasien. Untuk itu kita perlu mengasah 3 komponen utama dalam mengahadapi AFTA 2015 sebagai seorang dokter, yaitu Skill, Knowledge, dan Attitude.

Skill
Setiap lulusan dokter di Indonesia, pastinya telah memiliki kemampuan dasar yang mereka dapatkan semasa pendidikan pre-klinis dan klinis. Untuk mampu bersaing dalam persaingan bebas ini, dokter harus mampu mengembangkan kemampuan mereka, karena mereka bukan hanya menghadapi pesaing dari negara-negara seberang tetapi juga akan menghadapi pasien-pasien yang jauh lebih kritis. Untuk itu skill klinis dan juga skill di bidang komunikasi seorang dokter haruslah sangat mumpuni.

Sumber : Data EPSBED - 17/08/2010 (www.evaluasi.or.id)


Selain itu  dokter-dokter internship harus mau untuk bergerak dan berbagi di daerah terpencil, guna menguasai pasar kesehatan di Indonesia. Di Indonesia jumlah dan persebaran tenaga medis masih sangat kurang. Ini terbukti dari data  yang disajikan diagram. Belum lagi persebaran yang sebagian besar tersentral di pulau Jawa. Mengapa kita perlu menguasai pasar, karena jika kita telah menguasai pasar kesehatan di Indonesia, kita tidak perlu takut kalah pamor dengan dokter luar, terlebih lagi dokter luar pasti tidak akan mampu mengakar sampai ke daerah terpencil, maka untuk memaksimalkan luasnya peluang kerja dokter Indonesia, mereka harus mau berbagi ke daerah – daerah, tentunya dengan diiringi oleh skill yang berkompeten dan berkualitas.
Skill klinis harus di kedapankan untuk menunjukkan integritas kualitas dokter Indonesia yang tidak kalah hebatnya dengan dokter luar, caranya adalah dengan meningkatkan pengalaman klinis. Seorang dokter harus banyak menangani kasus yang bervariatif, bukan hanya dalam skala penyakit ringan, tetapi juga penyakit-penyakit yang membutuhkan penanganan ekstra walaupun dokter tersebut tidak memiliki kapasitas yang lebih layaknya dokter spesialis.
Selain kemampuan klinis, kita juga harus meninngkatkan kemampuan komunikasi dokter-pasien sehingga tidak terjadi multitafsir antar subjek, apalagi pasien kita nanti tidak hanya berasal dari Indonesia. Setidaknya, lulusan dokter minimal harus menguasai satu bahasa asing terutama bahasa Inggris. 

Knowledge
                  Kurangnya tenaga medis profesional terlihat dari kasus yang di tangani oleh Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI) bahwa dari tahun 2006 hingga 2012, tercatat ada 182 kasus kelalaian medis atau malpraktek. Dari 182 kasus malpraktek di seluruh Indonesia itu sebanyak 60 kasus dilakukan dokter umum, 49 kasus dilakukan dokter bedah, 33 kasus oleh dokter kandungan dan 16 kasus dilakukan dokter spesialis anak. Bahkan menurut Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Bedah, ada 6 dokter yang diwajibkan mengenyam pendidikan ulang.
Banyak sekali kasus malpraktik dalam dunia kesehatan Indonesia yang turut mendukung pengurangan tingkat kepercayaan pasien terhadap dokter dalam negeri. Akibatnya, bukannya tidak mungkin bahwa pasien Indonesia memilih untuk berobat ke luar negeri. Salah satu dari banyak faktor terjadinya malpraktik adalah kurang luasnya pengetahuan seorang dokter sehingga salah dalam menentukan diagnosis dan akhirnya melakukan penanganan yang kurang tepat terhadap diri pasien. Inilah yang menjadi salah satu kekurangan dokter Indonesia untuk bersaing lebih dengan dokter-dokter diluar negeri.
Untuk mengembalikan kepercayaan pasien, kita tentunya harus berusaha memperbaiki dan memperluas pengetahuan kita sebagai seorang dokter dengan cara meningkatkan pembelajaran teori dan praktik semasa perkuliahan. Tetapi kita juga harus menanamkan prinsip bahwa yang kita kejar selama perkuliahan bukan semata-mata berorientasi pada nilai akademis, karena di dunia profesi yang sesungguhnya dosen kita adalah pasien kita sendiri. 

Attitude
            Seorang dokter tidak hanya dituntut untuk memiliki pengetahuan dan kemampuan yang memadai, tetapi dibutuhkan juga dokter yang mampu “hadir” untuk pasien secara fisik, emosi, dan mental. Pasien bukan hanya membutuhkan diagnosis dan resep dari dokter, melainkan juga membutuhkan seorang dokter yang mampu memunculkan rasa nyaman pada diri pasien saat berkonsultasi.
Semua hal ini dapat terwujud dengan melakukan hal-hal kecil seperti bersikap ramah ketika menyambut pasien, menjadi pendengar yang baik terhadap keluhan pasien, memaparkan secara jelas semua hal yang harus diketahui pasien, dan lain lain. Dengan melakukan hal-hal kecil tersebut, pasien bukannya tidak mungkin untuk menaruh rasa nyaman dan percaya pada dokter Indonesia sehingga pasien cenderung untuk memilih berobat ke dokter dalam negeri.
           
Ketika tiga hal tadi telah kita aplikasikan dalam mempersiapkan diri menghadapi AFTA 2015, dapat diyakini kita mampu bersaing dengan negara-negara tetangga baik untuk bersaing dalam negeri sendiri ataupun bersaing di dalam negeri mereka. Kita tidak boleh memandang AFTA sebagai suatu tantangan yang tidak mampu ditaklukkan oleh dokter Indonesia. Mari kita manfaatkan AFTA 2015 sebagai momen untuk memajukan dunia kesehatan Indonesia dikancah internasional.

 

It's a Note Blog Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea